Diari Charles Roring

alam dan pikiran

Ekplorasi Gua di Dalam Hutan Hujan Tropis Papua

Akhirnya kami tiba di salah satu gua di Gunung Meja Manokwari Papua. Saya tidak terlalu yakin apakah cukup aman mengeksplorasi bagian dalam gua tersebut karena kami baru saja mengalami gempa bumi beberapa hari yang lalu. Jika ada gempa lagi saat kami berada di dalam, gua tersebut bisa saja runtuh dan kami mungkin akan terkubur hidup-hidup di sana. Ah, tidak – bukan seperti itu cerita saya dalam artikel ini. Ya, kami dengan penuh keingintahuan memasukinya untuk mencoba menjelajahi apa saja yang ingin kami ketahui di dalam sana. Suasananya sangat gelap, basah dan licin. Di samping itu, lantainya tidak rata. Saya terjatuh beberapa kali saat mencoba berjalan semakin ke dalam gua.

Mike, InGa, dan Dima – tiga pelancong hutan Russia, ditemani oleh Paul Warere dan Saya (sebagai guide lokal) menghabiskan sekitar 30 menit di dalam gua tersebut. Ada cicak, kelelawar kecil dan jutaan nyamuk yang berdengung terus di telinga kami. Saya menyesal tidak membawa dua lampu LED besar dari rumah. Andaikan saya telah membawanya ke sini, penjelajahan gua ini akan lebih mudah. Lain kali saya akan membawa sekurangnya satu lampu LED yang bisa menyinari daerah sekeliling kami selama kurang lebih 18 jam. Saya membeli lampu-lampu LED itu dari seorang kenalan seharga Rp. 200.000 per buahnya. Mulanya saya pikir hanya akan menggunakannya di toko buku saya ketika lampu padam tetapi sekarang saya menyadari bahwa lampu-lampu seperti itu penting pula ketika saya ingin bepergian menjelajahi hutan hujan tropis Papua yang masih belum banyak dijamahi orang.

Kembali ke cerita tentang penjelajahan gua, saat InGa sedang memegang sebuah lampu senter kecil dan mengarahkannya ke dinding gua, Dima menangkap seekor cicak. Dia membawanya lebih dekat ke kami dan memberikannya kepada InGa. Saya dan Mike mengambil beberapa foto binatang eksotik ini. InGa menanyakan apakah dia juga bisa memegang kelelawar (bahasa Inggris: bat) yang sedang bergantung di dinding. Paul (sang pemandu lokal) dari Manokwari berkata bahwa dia harus hati-hati dengan gigi binatang malam tersebut yang mungkin mengandung bakteri yang berbahaya bagi kesehatannya. Mendengar hal itu, InGa mengurungkan niatnya untuk memegang kelelawar. Tetapi dia nampak bahagia setelah memegang cicak gua tersebut. Kemudian dia meletakkannya di atas sebuah batu untuk melepasnya pergi. Mike kelihatan senang karena dia bisa mengambil banyak foto selama ekplorasi gua ini. Kami ingin berjalan lebih jauh tetapi Paul mengingatkan kami bahwa jumlah oksigen di dalam gua sedikit di daerah yang semakin dalam.

Ketika kami keluar dari mulut gua, kami menyadari bahwa hari hampir gelap. Kami harus berjalan cepat jika ingin kembali ke Penginapan Kagum sebelum matahari terbenam.

Perjalanan jauh ke gua di dalam hutan gunung meja Manokwari cukup mengesankan. Ini adalah pengalaman pertama buat para pelancong Russia demikian pula buatku.

Ada gua lain yang lebih besar daripada yang baru saja telah kami kunjungi. Paul bilang lokasinya hanya beberapa ratus meter dari gua yang pertama tetapi dia lupa lokasi yang tepat. Lain kali ketika kami telah menemukannya kembali, kami akan menjelajahinya namun dengan peralatan yang lebih baik. Kini, pelancong hutan asal Russia itu sedang berada di kawasan hutan sekitar pantai utara Manokwari untuk melakukan penjelajahan terhadap hutan hujan tropis Papua yang masih perawan tersebut. Oleh Charles Roring

Baca juga: Satan Leaves in the Tropical Rainforest of Manokwari Papua

Januari 19, 2010 - Posted by | Artikel, Lingkungan Hidup | , , , , , ,

1 Komentar »

  1. […] alam yang ditutupi oleh pohon-pohon. Bebatuan karang yang besar-besar menghalangi jalan masuk ke gua. Perlahan-lahan kami menuruninya dan merangkak masuk. Gelap sekali di dalam. Saya lupa membawa […]

    Ping balik oleh Menjelajahi Hutan Hujan Tropis Gunung Meja Manokwari « Lembar-lembar Ekspresi | Januari 19, 2010 | Balas


Tinggalkan komentar